Dari Mana Perilaku Anak Berasal ?

Danang Priabada
12 min readOct 2, 2022

--

Narasumber : Angga Setyawan (Praktisi Parenting)

Tema: Dari Mana Perilaku Anak Berawal?

Kebingungan yg paling sering diutarakan ketika teman-teman orang tua berkonsultasi adalah tentang perilaku anaknya yg tidak baik, apa pun bentuknya, bahkan banyak orang tua yang merasa bahwa perilaku itu bawaan dari lahir. Hmmm ... Tunggu dulu. Jangan buru-buru mengira seperti itu. Mari kita pahami lebih dalam kenapa perilaku anak kita begitu dan bukan begini, kenapa begini dan bukan begitu?

Semua yang datang dari-Nya adalah baik, memang adakah anak yang lahir sudah disertai perilaku mengaco? Misal, bayi yg baru saja lahir sudah memukul dokternya. Tidak ada, kan? Yang ada adalah anak lahir dengan membawa perilaku dasar demi bertahan hidup, seperti insting mengenyot saat menyusu, menangis saat lapar, dan hal lain yang bertujuan memperjuangkan kebutuhannya. Hal itu alami sudah SOP-nya seperti itu. Perlu diketahui bahwa kehidupan seorang anak seperti kertas putih. Kita dan orang-orang sekitarnyalah yang melukis dan menulis di atas kertas tersebut sehingga menjadi sebuah perilaku yang kita lihat sekarang.

Nah lalu darimana anak belajar berperilaku baik dan buruk? Umumnya saat anak berusia sembilan bulan, sedikit demi sedikit dia sudah bisa diajak mengikuti gerakan kita, misalnya tepuk tangan. Itu menandakan dia mulai meniru kita. Anak balita belajar sebagian besar dari meniru. Selebihnya, dicoba- coba saja. Dia meniru apa pun dari siapa pun, bahkan dari anak-anak lainnya. Lalu, bagaimana, dong? Apa kita mau mensterilkan dia dari lingkungan? Kalau iya, memangnya kita sendiri sanggup menjadi teladan yang tanpa salah? Tidak juga, kan?

Tugas utama dan pertama orang tua adalah menjadi teladan bagi anak-anaknya karena anak belajar dengan meniru. Jadi, meniru dan coba-coba bagi anak itu oke saja. Memang begitulah mereka belajar. Yang jadi fokus bukanlah meniru dan coba-cobanya. Namun, bagaimana supaya ketika meniru perilaku baik, dia akan mengulang terus perilaku tersebut. Saat meniru perilaku buruk, bagaimana supaya dia tidak mengulang lagi. Yuk, mari kita dalami lagi.

Awalnya, anak belum mengerti mana perilaku baik atau buruk. Semua perilaku orang lain yang menurutnya enak dan membuatnya mendapatkan sesuatu akan dia tiru, tidak peduli itu baik atau buruk. Awalnya anak memang belum mengerti. Begitu juga saat dia coba-coba atau tanpa sengaja berperilaku. Dia akan mengulang kalau itu berhasil baginya, tidak peduli itu baik atau buruk. Prinsip dasarnya adalah anak-anak akan mengulang sebuah perilaku kalau dia merasa mendapat respon dari orang sekitar.

Sayangnya, banyak sekali orang tua yang salah fokus. Saat anak meniru yg baik atau tanpa sengaja berperilaku baik, orang tua malah diam saja, cuek. Mereka seolah tidak sadar bahwa perilaku baik perlu diberi respon.

Anak-anak belum belajar memahami, mereka masih belajar pola. Itulah mengapa nasihat sering tidak mempan. Saat anak melakukan yang tidak baik dan kita merespon dengan pemberian nasihat, anak tidak peduli soal nasihatnya. Baginya, dia mendapat respon sehingga besoknya dia mengulang lagi, walaupun kita sudah menasihati ratusan kali. Hehee ... Capek kan? Karena anak-anak masih belajar pola, mereka belajar pola respon kita. Kalau pola kita selalu merespon perilaku yang baik, dia akan mengulang perilaku yang baik. Kalau pola kita sering merespon dengan heboh dan berlebihan pada perilaku yang tidak baik, dia akan mengulangi perilaku tersebut.

Sekarang, mulai kita cek satu persatu respon kita terhadap perilaku anak. Apakah kita lebih sering merespon perilaku baik anak dengan memberinya apresiasi atau kita ternyata lebih sering memberi respon berlebihan terhadap perilaku buruk? Teruslah berupaya untuk selalu memberi teladan yang baik melalui perilaku kita, dengan harapan anak akan menirunya. saat dia meniru sekecil apapun perilaku baik tersebut, berilah apresiasi. Jadi, anak senang mengulang-ulang perilaku yang baik karena merasa dengan berperilaku baik, dia mendapatkan perhatian yang membuatnya nyaman .

Sesi Diskusi Tanya-Jawab.

1.Saya mempunyai anak perempuan yang ceria dan mandiri, beberapa waktu kemudian…menjadi anak yang pemarah, dan perlu waktu lebih untuk diajak “bekerja sama”. Saya sadar…ada peran saya menjadikannya begitu, terutama sesudah adik2nya lahir… Apa yang harus saya perbaiki? Dan bgmna membuatnya seperti dulu…?
(Dewi Mulyati)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Dewi, ada beberapa hal : 1. Itu krn kakak belum tuntas belajar kecewa dgn cara belajar memilih, ukuran kakak layak punya adek itu bukan di usia tapi apakah kakak udah sanggup belajar kecewa dgn aman n nyaman, jd supaya nggak error saat ada makhluk bernama adek dalam hidupnya.

Jd utk sekarang suka marahnya kakak dibedakan aja apakah itu emosi (harapan gak sesuai kenyataan / kebutuhan tdk terpenuhi) or strategi aja utk jajah org lain / carper? Kalo emosi fasilitasi pasif, kalo strategi maka cuekin lahir batin. Itu utk klo ulahnya pada batas aman, namun klo ulahnya membahayakan diri sendiri / org lain / brg2 tertentu maka klo itu emosi boleh kita penjarain anak sampai ulahnya reda lalu baru kita bahas bhw bukannya gak boleh marah tapi caranya marah yg nggak oke, tapi klo itu strategi maka amankan korban, cuekin pelaku.

Nanti ini mungkin akan pada kenal istilah2 baru n metode dari saya, jd ditelen dulu gak apa, saya udah usul ke bunda aenah utk bikin grup line supaya tanya jawab bisa setiap hari.

2. Bagaimana menghadapi anak (perempuan usia 10 tahun) yang tertutup supaya dia bisa terbuka/cerita kepada orang tuanya… ? Apakah perilaku negatif kita kpd anak akan selalu terekam dan akan mereka ikuti pada saat dia berkeluarga…? (Ilvi Hervianti)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Ilvi: kalo kita ingin bikin anak cerita apa pun pada kita maka yg dibangun adalah budaya “bercerita” bukan budaya “bertanya”, jd dimulai dari kita dulu teladani anak cerita padanya tentang suka duka kita seharian, cerita n cerita aja dgn tulus. Klo yg kita bangun budaya bertanya maka anak jg punya hak utk tdk bercerita, krn yg namanya cerita itu “personal” seperti barang, haknya anak mau ia bagi / tdk.

3. Anak saya, Abip, 6 thn 5 bln susah sekali diajak main ke rumah saudara yang memang jarang banget kita kunjungi. Misal pas lebaran, dia akan langsung minta pulang ketika lihat banyak orang yang dia tidak kenal. Padahal dia bisa cepat akrab dengan anak seusianya yang baru dia kenal asal menurut dia asyik…Kalau sudah begitu ayahnya pasti marah2. Saya harus bagaimana sama anak dan suami saya? Soalnya saya sudah kesal kalau suami marah2 kelewatan sama anak cuma gara2 dia minta cepat pulang. (Casr*****)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Casr*****: anak punya template bawaan, ada yang tipe titik waspadanya di orang, ada yang titik waspadanya di situasi. Bagi anak2 yang titik waspadanya di orang cenderung lebih waspada dgn orang baru ketimbang dgn situasi baru. Anak yang titik waspadanya di situasi akan cenderung lebih waspadanya pada situasi baru ketimbang dgn orang baru. Nah skrg sudah tahu kan titik waspada anak bunda yang mana?

Jadi ada 2 cara: bikin ia terpikat / dibikin butuh. Kalau dibikin terpikat maka iklan di situ ada siapa aja / di situ bisa apa aja (tergantung titik waspadanya).
Kalau dibikin butuh maka sodorkan tawaran supaya anak setuju berada di situ.

Kalau pakai marah maka akan tambah masalah, krn anak akan memaknai pergi ke orang lain = tidak enak krn akan kena marah dari ortu juga.
Ke suami bisa di-copas info ini, tanpa perlu suruh ia harus mengikuti, jadi teladan aja ke suami.

4. Mohon diberi contoh untuk respon perilaku baik dan buruk anak sebagai bentuk apresiasinya orang tua seperti apa saja? Contoh perkataan (pujian vs ancaman) ataukah bentuk fisik (hadiah vs pukulan) ? Dalam satu pengasuhan yang sama ayah-bunda terhadap anak2nya (dua perempuan bersaudara kandung), kadang ada fakta hasil akhirnya berbeda; yang satu sholehah, sedangkan yang satunya lagi kurang sholehah…, mengapa bisa seperti itu? Syukron … (Neni Susilawati)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Neni: respon kita bagi anak = bentuk perhatian, jadi anak nggak peduli apapun respon kita, mau marah, mau nasehatin, mau pukul dsb, intinya saat ia berperilaku A / B mana yang paling direspon, maka perilaku itulah yg akan ia ulang2. Krn di awal anak belum bisa membedakan mana baik dan buruk, anak2 belajar dari respon oranhg sekitar.

Jadi saya di materi saya mendorong ortu utk lebih perhatian pada perilaku baik anak (bisa dipuji, dipeluk, diberi senyum manis dsb). Sementara utk perilaku ngaconya dibedakan aja emosi / strategi seperti yg saya tulis di jawaban pertanyaan (1) di atas.

Soal ada anak anak sholehah / tidak, itu fakta sbg ortu kita perlu belajar parenting, krn klo tidak maka sebetulnya kita sedang maaf (berjudi) kelak anak kita jadi apa, dgn belajar parenting insyaAllah lebih besar prosentase anak kita jadi anak yg berjalan di jalan yang benar.

5. Pak Angga, bagaimana kalo misalnya ada kerabat dekat kita yang merespon perilaku kurang baik anak kita (tanpa sepengetahuan saya sebagai ibunya) ? (Devi Sri Agustina)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Devi: pada dasarnya anak2 itu beradaptasi, jadi klo misal akungnya suka heboh kalo cucunya (anak kita) lagi berperilaku ngaco, maka ia akan ulang2 perilaku tsb hanya saat dgn akungnya. Sementara klo kita konsisten dgn pola didik kita maka anak akan adaptasi dgn pola kita, jd kitanya konsisten aja dgn pola didik kita, krn sulit juga kan harus mensterilkan anak dari orang lain, lebih baik bikin anak imun, shg kelak ia kebal dari pengaruh buruk.

6. Bagaimana cara yang tepat untuk mengatakan pada anak (usia 16 bulan) sesuatu yang berbahaya baginya untuk dimainkan?? Misalnya colokan listrik, pisau, dll supaya tidak terkesan menakut nakuti … ? (Annisa Fitri)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Annisa: anak balita terutama belum belajar konsep, mereka masih belajar pola, itu kenapa kasih nasehat ke mereka susah buaangeettt, itu seperti: “sikat gigi dek, ntar giginya sakit!” Nah anak2 belum ngerti krn saat ia nggak sikat gigi, giginya nggak sakit tuh, jd krn anak balita belum di fase berpikir krn memang kesiapan belum sampai ke belajar konsep, maka kita pakainya pola aja. Jd dirasakan aja, saat ia ingin tahu ini itu n bahaya, itu emosi / strategi ?
Kalo itu emosi maka ia sungguh ingin tahu itu benda apaan ya kok aneh, cara pakainya gmn dsb.
Klo itu strategi maka anak sdg carper aja supaya diperhatikan kita saat lakukan aksi2 berbahaya.
Jd klo ia emosi maka bisa difasilitasi dgn kasih lihat cara pakainya sampai ia bener2 puas, biasanya lihat prosesnya sebanyak 5x itu udah bantu anak stimulasi perkembangan syaraf otaknya dalam hal tsb (misal dalam hal pakai pisau).
Tapi klo strategi maka amankan aja benda2 yg bahaya tsb, dan abaikan anak, supaya ia nggak belajar carper dgn pakai benda bahaya.

7. Bagaimana caranya mendidik anak yang sudah kena pelecehan seksual, putri usia 4 tahun dan putra usia 2 tahun? Terus yang putra 2 tahun itu tantrum, kasar, jika setiap keinginannya tidak terpenuhi langsung ngamuk, memukul2 orang terdekatnya, sudah sering dinasihati baik2 & diberi pengertian, “…kalau ingin sesuatu bilang yang baik, jangan memukul, kalau dipukul itu sakit.” Sampai sekarang belum ada perubahannya. (Bunda W****)

Angga Setyawan: Hallo Bunda W: Saya jawab di sini, tapi klo belum jelas besok2 bisa japri saya ya: kalo anak kena pelecehan seksual maka pertama diperiksa dulu apakah ada bagian fisiknya yang luka, jd urus dulu fisiologisnya sebelum psikologisnya. Lalu utk psikologisnya dicek dulu apakah kita sanggup bantu anak lewati fase traumanya, klo tdk maka segera cari bantuan org yang kompeten. Lalu cek juga apakah org sekitar sanggup nerima anak kita sbg anak biasa yang tdk mengalami kejadian itu? Klo lingkungan nggak sanggup maka sebaiknya pindah lingkungan aja / pindah rumah. Lalu utk suka mukulnya / tantrumnya dibedakan juga itu emosi / strategi (ini ada dibahas di buku kedua saya yang “Kenali Anakmu”).

8.⃣Saya ibu dari 2 orang putra, yang pertama SMP kls 1, yang kedua SD kls 4. Mereka berdua sekarang pesantren tahfidz Quran. Masing2 karakternya beda. Yang pertama cenderung rajin belajar dan selalu mendapat nilai yang bagus, hanya perasaannya sensitif & cenderung kurang strugle, tapi sabar. Yang kedua cenderung santai dalam belajar, selalu enjoy dalam setiap kondisi, ceria, tapi secara kognitif nilainya rata2. Kemampuan sosialnya bagus dan sangat strugle. Sebagai seorang ibu, saya menyadari masing2 anak punya warna yang berbeda. Mereka selalu menjadi anugerah terindah untuk saya. Pertanyaannya, bagaimana saya bisa mengelola karakter kedua anak saya agar mereka berkembang dengan sangat baik mengingat frekuensi pertemuan dan komunikasi yang tidak bisa setiap hari? (Dede Fitriyati)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Dede: Kuantitas waktu dgn anak tentu penting, tapi yang sangat penting adalah kualitas, jd relasi ortu anak bisa kuat bila terjalin ikatan emosi dgn kuat, lalu klo jarang ketemu bisa? Sangat bisa, yang sering ketemu aja bisa rapuh ikatan emosinya, bayangin kalo ketemu anak isinya cuma di marahi / kritik / diremehkan dsb.

Caranya bangun ikatan emosi bgmn? Sesuaikan dgn kebutuhan anak, misal nih anak ketemu kita lagi pengen curhat maka dengarkan aja sampai tuntas n jgn buru2 kasih nasehat krn belum tentu ia butuh.
Misal juga ia curhat n butuh solusi maka paparkan padanya keputusan apa aja yang bisa ia ambil beserta masing2 resikonya apa, n ijinkan ia yang belajar memutuskan.
Kuncinya jd teman n konsultan bagi anak, shg anak nyaman curhat n merasa aman juga utk tanya apapun pada kita.

Di waktu senggang bisa sms ke anak, bisa kirim surat, isinya bisa cerita / motivasi, n jgn lupa tulis juga: “Mama bangga jd ortumu nak.”

9. Saya mempunyai anak laki2 4 org, yang pertama kls 4 , kls 2, TK dan 2 thn. Anak pertama saya dr kls 1-kls 3 tinggal di pesantren, baru skrg kls 4 tinggal bersama saya sekeluarga, nah anak saya yang pertama ini, sangat susah untuk dimengerti sikapnya, kadang dia penurut dan kadang membangkang dlm artian klo dikasih tahu gak mau mengerti, sikapnya cenderung keras kepala. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah salah memisahkan anak dgn ortunya karena anak dipesantrenkan? Terus langkah apa yang hrs saya lakukan ketika anak ini mulai tidak bisa dikendalikan, afwan, jazakallah atas jawabannya. (Ipah Nuripah)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Ipah : Klo anak keras kepala bersyukur dulu, enakkan ia jd sulit dipengaruhi orang lain, shg tinggal bangun pemahaman shg ia setia pada yang benar. Tugas utama jd ortu adalah jadi: teladan — teman — konsultan. Itu satu paket, bukan jadi komandan — oposan — Tuhan. Taukan bedanya?
Teladan kasih contoh supaya anak belajar percaya, teman kasih hati supaya anak belajar nyaman, konsultan kasih tempat bertanya supaya anak belajar bhw kita adalah kamus yang dapat diandalkan.
Sementara komandan adalah tukang perintah, oposan adalah pihak yg selalu berseberangan dgn anak, Tuhan adalah pihak yg benar. Masalahnya kan kita manusia bukan Tuhan, jd ya tunjukkan klo kita manusia n mulai nerima klo anak kita juga manusia seperti kita.
Nah klo relasi ortu anak ada yang kurang mulus, biasanya krn fungsi teladan — teman — konsultan ini ada yang kurang pas shg malah jadi kebalikannya.

10. Anak saya yang ketiga usianya 2,5 tahun, laki-laki. Anak yang aktif dan suka mencari kegiatan/mainan kreatif dari apa saja. Ketika di tangannya tidak ada yg dipegang, secara reflek ia memegang (mhn maaf) “alat kelamin” dan menjadikannya mainan. Apakah ini normal fase pertumbuhan anak laki2? Krn dua anak sebelumnya perempuan dan jarang melakukan hal seperti itu. Bagaimana sebaiknya respon atau sikap saya sebagai ibu? (Muslimah)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Muslimah: Itu anak bunda punya kebutuhan dasar utk aktivitas dgn gerakan motorik tangan, jd ya wajar kalo udah nggak ada yg bisa dijadikan aktivitas maka ia akan cari yang ada di tubuhnya termasuk penisnya. Nah, kembali lagi aktivitas main penisnya itu emosi / strategi? Klo emosi maka amankan pelaku lalu fasilitasi ia utk main yg lain. Klo strategi maka amankan korban (penisnya) n ceukin pelaku, klo udah selesai berstrateginya boleh diajak aktivitas yg lainnya. Di lain waktu sambil jalan, kasih ia info tentang
bahaya mainin penis, seperti klo tangan kotor n ada kuman misalnya, memang usia segitu belum paham, tapi pada saatnya akan paham.

11. Pak, anak saya 5 thn 3 bln, msh TK. Bgmn menyikapi anak yg suka cerita klo tmn laki2 nya (sebut saja A) suka blg2 love ama aku bu, terus anak saya jd suka blg..Bu mau tulis surat dong buat si A, trus suka blg nanti klo udh bsr mau nikah ama si A aja? (Gantia)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Gantia: ceritanya emosi / strategi? Klo emosi maka fasilitasi aja dgn tanya balik: emanya adek tahu love itu apa? Lalu klo ia mau tulis surat bilang aja: boleh selama bikinnya sama bunda, kamu mau nulis apa? Klo anak cerita hal2 begini jangan alergi yach, jangan dihakimi / ditegur “Kamu masih kecil bla bla bla” misalnya. Santai aja, emang klo anak nggak cerita ama kita mau sama siapa? Klo ia nggak nyaman cerita sama kita maka ia akan cari org lain, bahaya kan klo org lain tsb sampai kasih masukan yang salah.
Jd kembali lagi, peran kita sebagai teman n konsultan diuji, terutama bagi ortu2 yg anaknya peralihan dari masa anak2 ke remaja, klo kita berhasil jd teman n konsultan insyaAllah selamat anak kita, krn ortu adalah tempat “terAman” bagi anak utk bertanya apapun, tapi pastikan dulu kita jadi tempat “terNyaman” bagi anak utk cerita apapun.

12. Saya sewaktu-waktu “tidak ngajak bicara anak (mendiamkan)” krn merasa jengkel dgn tingkahnya yg salah. Dan anak pun merasa klo didiamkan mamahnya, krn mamahnya kurang suka atas perbuatannya…Sebaiknya bgmna ya, Pak sikap saya tsb? (Rita Nurlatifah)

Angga Setyawan: Hallo Bunda Rita: skill dasar ortu yang perlu dikuasai adalah sanggup (mau + mampu) bedakan perilaku anak emosi / strategi (sebagian dibahas di buku saya yang “Kenali Anakmu”). Klo kita udah sanggup kuasai skill tsb maka insyaAllah tindakan kita bukan krn kita jengkel / tdk dgn perilaku anak, tapi respon kita. Bertujuan supaya anak terfasilitasi saat ia sedang emosi, atau ia berhenti ngulang perilaku ngaco saat ia berstrategi krn terbukti ia nggak berhasil dapet perhatian saat ngaco. Klo kita masih merasa jengkel itu = kita terganggu dgn perilakunya, kata lain = galau hehe, itu membuka celah bagi anak utk menjajah kita, krn terbukti bikin galau kita, shg wajar kalo ia malah ulang2 terus perilaku tsb.

--

--

Danang Priabada
Danang Priabada

Written by Danang Priabada

Red Hat and IBM Product Specialist | JPN : プリアバダ ダナン | CHN : 逹男 | linktr.ee/danangpriabada

No responses yet